Indonesia Morning Show (29 April 2015)
March 8, 2020Buka Jogja Artweeks 2015 dengan Dimensi Paralel (detikHOT, 11 Juni 2015)
March 8, 2020Berawal dari seringnya tampil bersama, para penari ini mengolah tubuhnya menjadi gerakan-gerakan indah. Tak hanya itu, berbagai pengetahuan tentang tari pun tak segan untuk dibagi. Sampai akhirnya
MAD dipercaya tampil di acara bertaraf internasional seperti Asia Tri dan Jogja International Performing Art (JIPA). Tahun 2014, MAD kemudian membentuk manajemen bersama, mereka yakin seni tanpa adanya manajemen juga akan sia-sia. Bagi mereka selain punya ruang idealis, seniman juga tidak boleh lupa dengan masyarakat.Meski fokus dengan tari kontemporer,
MAD tak melupakan tari tradisi. Karya mereka selalu terinspirasi dari lingkungan sekitar yang tak lepas dari budaya saat ini. Sejak pertama terbentuk sudah lebih dari 20 tari yang diciptakan, tapi ada 3 tarian yang selalu disiapkan jika akan ada pementasan. Ketiganya adalah tari Srimpi Kawung, tari Garudea dan tari Anak Panah Srikandi.Lewat pementasan berjudul Tinta Tari, bulan lalu, MAD membuka studio yang terbuka untuk masyarakat yang terletak di Jalan Manggis no 79 Gaten Condong Catur, Depok, Sleman Yogyakarta. Sebagai wadah kreatifitas, tempat ini juga akan mengkolaborasikan tari dengan disiplin ilmu Lainnya sehingga menghasilkan karya yang kreatif. Kata ‘tinta’ dianggap sebagai simbol ide kreatif dan ilmu yang dimiliki setiap penari, sementara ‘tari’ menjadi media ekspresi untuk mengungkapkan ide kreatifnya.
Selain mengajarkan tari dengan hati,
MAD ingin sama-sama menghargai proses kehidupan dan wadah ini juga menjadi laboratorium tari. Kelas yang diajarkan antara Lain tari tradisi dari Sumatera, Sunda, Yogya dan Bali. Lalu kelas Kreasi MAD, tari Cha-cha, Salsa, Line, Hiphop dan K-Pop. Ada pula kelas Yoga, teknik olah tubuh dan kontemporer. Mereka yakin dengan menari tubuh bisa Lebih sehat dan fleksibel.Koreografer wanita yang tampil dalam peresmian studio MAD; Uti Setyastuti, Windartidance, Mila Rosinta T bersama Frau, Arjuni Prasetyorini, Ayu Permatasari, Anouk Wilke bersama Elisabeth Nila dan Lalita Atikandhari menunjukkan karyanya dalam tema ‘Tabungan Tubuh’. Mereka tak hanya tampil dalam satu genre sesuai dengan konsep
MAD yang bisa melihat perbedaan yang saling menginspirasi. Pembelajaran ini diharapkan membawa seseorang terbebas dari batasan ruang yang membuka kemungkin untuk saling berkolaborasi atau bereksperimen dalam seni tari.