#MUDAKAYAKARYA: Hati yang Terpaut pada Seni (Hipwee, 17 Oktober 2018)
March 9, 2020Menari, Siasat Jaga Energi Seni (Tribun Jogja, 17 Mei 2020)
June 6, 2020TEMPO.CO, Yogyakarta – Dalam rangka memperingati HUT RI Ke-74, sepuluh penari muda dari studio tari Mila Art Dance nampak memperagakan beberapa tarian yang berasal dari gabungan beberapa tari nusantara.
Mereka membukanya dengan gerakan silat khas tari tradisional Minangkabau. Ada pula gerakan Kancet Papatai, tari tradisional suku Dayak Kalimantan. Gerakan lainnya adalah agem, sledet (gerakan mata), dan ngelung khas Bali. Ada juga gerakan ngiting pada tari khas Jawa, serta gerakan Sunda Kepret dan geolan.
Koreografer muda Mila Rosinta menciptakan karya seni tari kreasi berjudul Mataya Indonesia. Di studio dengan nuansa interior berwarna merah muda, Mila Rosinta melatih mereka pada Kamis, 15 Agutus 2019. Tari itu disiapkan untuk pentas pada 16 Agustus di mall Yogyakarta.
Mila melibatkan komposer Anon Suneko untuk pentas tari tersebut. “Konsepnya adalah keberagaman Indonesia, mengkreasikan gerakan tari tradisi dari sejumlah daerah,” kata Mila.
Mila Art Dance berdiri sejak 2015. Studio tari ini punya kelas-kelas tari tradisi, modern, dan kontemporer. Ada 22 kelas yang Mila Art Dance sediakan untuk peserta, di antaranya kelas K-pop, ballet, tari tradisional Yogyakarta, tari tradisi Bali. Seperti di sekolah tari, setiap peserta harus mengikuti ujian per semester untuk mengukur kemampuan menari.
Mila mengatakan Mataya merupakan Bahasa Jawa, yakni matayo yang berarti penari. Konsepnya terinspirasi dari simbol lingkaran yang banyak ia lihat di candi. Lingkaran, kata dia, berbicara soal bagaimana membentuk energi dan berdoa. Lewat tari itulah, mereka berdoa.
Mataya Indonesia mengambil tema persatuan dalam keberagaman dengan pertunjukan tari yang memasukkan gerak tari tradisi nusantara dari Sabang sampai Merauke. Dia mencontohkan gerak tari yang menduplikasi karakter silat pada tari khas Minangkabau Sumatera, Bali, Papua, Kalimantan, Jawa.
Konsep tersebut terinspirasi dari Indonesia yang punya sejarah panjang soal keberagaman sejak zaman nenek moyang. Menurut Mila, Indonesia punya kekayaan ragam tradisi, misalnya tari yang bisa dikreasikan dengan gerak kontemporer. “Pesan dalam tari Indonesia beragam dan perbedaan itu tidak perlu dipersoalkan,” kata perempuan berumur 30 tahun itu.
Tari kreasi itu menggunakan peralatan yang menyimbolkan keberagaman. Misalnya, kipas yang berwarna warni dan kostum yang didesain Mila secara khusus mewakili sejumlah daerah. Untuk mewakili pesan keseragaman dalam tari kreasi itu, Mila melibatkan sepuluh penari dengan berbagai latar belakang.
Mereka di antaranya ada yang berasal dari Kalimantan, Jambi, dan Papua. Para penari itu juga punya latar pendidikan dari kampus yang beragam. Ada yang kuliah di Institut Seni Indonesia, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, serta siswa sekolah menengah atas.
Rini Sugianti, mahasiswi Jurusan Pendidikan Seni Pertunjukan ISI Yogyakarta memandang keberagaman sebagai suatu keindahan yang perlu dijaga. Dalam seni tari misalnya, keberagaman muncul dari beragam gerakan yang dikreasikan. Rini belajar di studio milik Mila sejak tiga tahun lalu. Bersama Mila Art Dance, Rini menyebutkan seringkali menari dengan tema-tema keberagaman. “Perbedaan dan keberagaman itu indah dan tercermin lewat tari,” kata dia.
Penari asal Kalimantan Tengah, Yulistia senang karena gerak tari khas Suku Dayak, Kancet dimasukkan dalam tari kreasi Mataya ciptaan Mila. Yulistia yang merupakan mahasiswi Jurusan Seni Tari ISI Yogyakarta menyebutkan keberagaman di Indonesia sudah ada sejak lama dan menjadi berkah.
[/text_output]