Tari Maengket adalah tari tradisi yang berasal dari suku Minahasa. Tarian ini menggambarkan aktivitas orang Minahasa dalam menuai padi / panen, gotong royong dalam pembuatan rumah dan ucapan rasa syukur.
DateSeptember 4, 2021
Asal Usul Tari Maengket
Pada Awalnya Sulawesi Utara memiliki empat suku besar yakni, Suku Minahasa yang bermukim di daerah Kota Manado dan sekitarnya, Suku Siau yang bermukim di Kepulauan Sangihe, Suku Mongondow yang mendiami sekitaran Kabupaten Bolaang Mongondow, dan Suku Hulondalo yang saat ini mendiami Provinsi Gorontalo. Adanya pernikahan diantara ke empat suku ini menyebabkan terjadinya percampuran budaya, yang dapat dilihat dari bentuk rumah adat yang mirip satu sama lain. Namun, masih ada beberapa tradisi dan budaya yang tetap di pertahankan hingga saat ini. Termasuk dalam bidang kesenian tari, salah satunya adalah tari Maengket.
Tari Maengket adalah tari tradisi yang berasal dari suku Minahasa. Menurut catatan sejarah, Tari Maengket sudah ada sejak Suku Minahasa mengenal pertanian, yakni sekitar abad ke-7. Maengket merupakan perpaduan dari beberapa jenis kesenian, yaitu seni tari, musik dan nyanyian serta seni sastra yang terukir dalam lirik lagu yang yang dilantunkan.
Pada awalnya, tarian ini hanya disebut sebagai Maengket saja, baru pada awal abad ke-20 di kenal dengan Tari Maengket. Maengket berasal dari kata Engket atau mengangkat tumit dan kata Ma yang merupakan kata kerja. Jadi Maengket dapat di artikan sebagai tarian yang dapat dilakukan dengan mengangkat tumit.
Dahulu kala, tarian ini menggunakan properti berupa daun Woka, tapi saat ini diganti dengan menggunakan sapu tangan atau Lenso yang dikaitkan di jari kelingking kiri maupun kanan. Tari Maengket termasuk kedalam seni tari yang sakral dan memiliki nilai-nilai religi yang tinggi. Tarian ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Empung Walian Wangko (Tuhan Yang Maha Esa) yang berwujud nyanyian, saat panen tiba. Tarian ini menggambarkan aktivitas orang Minahasa dalam menuai padi / panen, gotong royong dalam pembuatan rumah dan ucapan rasa syukur.
Tiga Babak Tari Maengket
Tari Maengket sendiri terdiri dari tiga babak, yakni:
Maengket Makamberu / Maowey Kamberu
Maowey Kamberu atau Maengket Owey Kamberu adalah babak pertama dimana kapel atau pemimpin tari menjentikkan jari dengan tujuan mengundang dewi bumi atau dewi pertanian “Lingkan Wene” untuk turun kebumi. Jentikkan jari ini juga menjadi pertanda dimulainya tarian. Owey Kamberu merupakan gambaran dari keluhan akan rasa lelah menanam padi yang kemudian menghasilkan kesenangan saat menuai padi, juga merupakan penggambaran rasa syukur atas hasil panen yang berlimpah.
Maengket Rumambak / Marambak
Rumambak atau Marambak berasal dari kata Rambak artinya membanting kaki. Babak ini menceritakan bagaimana masyarakat Minahasa bergotong-royong dalam pembangunan rumah baru. Dimulai dari pemilihan kayu yang berkualitas untuk pembangunan rumah baru, agar dapat menampung beban yang berat, tahan terhadap serangan angin dan juga tahan akan pengaruh iklim. Pada masanya, rumah yang dibangun saat itu, masih terbuat dari kayu seluruhnya. Rumah ini disebut dengan Walewangko yang saat ini dikenal sebagai rumah adat.
Setelah rumah selesai dibangun, mereka akan membuat suatu pesta yang disebut Maramba. Dalam proses Maramba para tamu akan membanting kaki atau menghentakkan kaki ke lantai dengan tujuan untuk menguji kekuatan lantai rumah yang terbuat dari papan kayu. Maengket Maramba mempunyai suatu formasi yang menjadi ciri khas, yaitu formasi lingkaran. Dimana para penari laki-laki dan perempuan berpegangan pundak dengan penari yang ada di depannya.
Maengket Lalaya’an
Lalaya’an adalah tari yang melambangkan bagaimana pemuda-pemudi Minahasa pada zaman dahulu akan mencari jodoh mereka. Tari ini juga disebut tari pergaulan muda-mudi zaman dahulu kala di Minahasa. Formasi tarian maengket Lalayaan tarian terbagi 2 kelompok barisan,berpegangan tangan dan menari dalam bentuk lingkaran,ada juga yang saling berhadapan antara laki-laki dan perempuan.
Gerakan Tari Maengket
Tarian ini ditarikan secara berpasangan, pling sedikit 8 pasang penari, dan ada pemimpin tarian yang disebut Kapel. Sebelum tahun 1900-an, pemimpin tari Maengket disebut dengan Walian In Uma, namun saat ini disebut dengan Kapel. Tugas Kapel bukan hanya memimpin jalannya tarian, Kapel juga bertugas untuk memimpin syair.
Gerakan tari Maengket cenderung gemulai dengan kaki yang berjinjit-jinjit. Gerakan tarian ini sederhana dan dilakukan berpasang-pasangan namun tetap serentak. Satu-satunya gerakan yang berbeda hanyalah Kapel yang lebih mencolok dengan busana yang berbeda pula.
Musik Pengiring
Selain syair dalam bahasa daerah yang dibawakan oleh Kapel dan para penari, Tari Maengket juga memiliki musik pengiring, yaitu Gendang (Tambor) yang berukuran besar dan sedang, Tetengkoren (alat musik yang terbuat dari bambu), Kolintang besi dan Gong.
Referensi
Wenas, Jessy. 2007. Sejarah dan Kebudayaan Minahasa. Institut Seni Budaya Sulawesi Utara.
No Name. 1980. Adat Istiadat Daerah Sulawesi Utara. Direktorat Jenderal Kebudayaan Indonesia.
Fajar, Wisnu. 2020. Mengenal Tarian dan Seni Sulawesi. CV Alprin Finishing.
Penerangan, Departemen. 1953. Propinsi Sulawesi. Kementrian Penerangan.
Diskusi, sharing, pengerucutan konsep, merancang koreografi dengan membuat simulasi pergerakan dengan memanfaatkan teknologi dan mengetahui gambaran ruang & set prop yang akan digunakan.
Proses audisi dari puluhan peserta.
Latihan olah tubuh dan menari bagi para aktor.
Melihat lokasi shooting yang akan digunakan.
Proses olah tubuh bagi para penari.
Memulai membuat koreografi di studio sesuai tema/konsep yang akan dibuat. Dalam film ini, banyak adegan one take shoot di mana tidak banyak adegan pemotongan editing dan kamera berjalan mengikuti penari menuju ruang yang berbeda.
Simulasi bersama aktor dan membentuk ruang sesuai di lapangan.
Proses shooting yang membutuhkan waktu cukup lama untuk mendapatkan hasil terbaik. Menjaga stamina, kesehatan, tenaga dan mood yang bahagia harus sangat disadari bagi seluruh team yang terlibat.
Perubahan cuaca atau perubahan ruang sangat mungkin terjadi sehingga harus cepat merespon ruang dan membuat koreografi baru sesuai ruang yang ingin dihadirkan.
“Pupur, Dapur, Kasur” adalah sebuah terminologi yang banyak digunakan orang Indonesia untuk mendeskripsikan peran domestik seorang perempuan. Ketika konsep pupur, dapur, kasur dilihat secara lebih positif dan dapat memahaminya lebih dalam trilogi yang sudah saya jalani sebagai ibu, istri, wanita dll saya pegang sebagai fondasi untuk membangun keharmonisan keluarga.
Namun tidak memungkiri bahwa saya sebagai manusia ingin memiliki ruang berekspresi sebagai seorang yang berkarier dengan tetap bertanggungjawab sebagai seorang ibu rumah tangga. Kedua hal ini merupakan tanggung jawab dgn beban yang sama pada diri saya sendiri yang harus selalu saya pertahankan konsistensinya dgn tetap memprioritaskan keluarga adalah yang utama. Hal ini mungkin tidak banyak disadari dan pada akhirnya para ibu tidak mempunyai pilihan lain selain memilih salah satu antara rumah tangga atau karir. Padahal jika dikomunikasikan dgn pasangan, suami dan istri bisa mencari solusi sehingga semua bisa berjalan beriringan.
Miskonsepsi yang melekat pada pola pikir masyarakat ini sesungguhnya menghambat kebebasan pengungkapan ekspresi sebagai seorang istri yang tidak jarang menimbulkan depresi. Dalam kesempatan kali ini, saya ingin menyuguhkan sebuah dance film yang diharapkan dapat menjadi bentuk refleksi banyak perempuan yang berperan sebagai istri bahwa terminologi tersebut dapat berjalan beriringan dengan kebebasan berekspresi jika dipahami secara lebih dalam dan diterapkan dengan benar.
Sebagai manusia yang memiliki mimpi dan kebebasan mengekspresikan diri serta punya hak atas tubuh dan pemikirannya namun tetap mengedepankan prioritas sebagai ibu, saya mempunyai pemahaman tersendiri dalam memaknai pupur, dapur, kasur ini.
Pupur tidak hanya membenahi apa yang terlihat diluar dan untuk merawat diri sendiri secara fisik secara tidak berlebihan, tetapi juga untuk membenahi inner beauty, pengelolaan emosi, adat istiadat, serta tata krama, dan kecerdasan diri. Kendali sebuah keluarga memang terdapat pada keharmonisan pasangan namun seorang istri juga berperan dalam mengontrol emosi sehingga terjalin komunkasi yang baik. Sebagai seorang istri juga harus bisa membantu dalam memberikan masukan dengan sudut pandangnya sendiri ketika suami membutuhkan bantuan ide atau gagasan yang bertujuan untuk keharmoisan keluarga yang lebih lagi.
Dapur adalah salah satu ruang dimana cinta dihadirkan dalam bentuk asupan sehingga keluarga yang menerimanya akan tumbuh dengan penuh kasih sayang. Seorang wanita diharapkan dapat mengelola bahan apapun yang ada di rumah, baik itu cinta dan kasih sayang ataupun bentuk primer dari kebutuhan pangan keluarga. Sebagai sebuah ruang kreativitas, seorang ibu dapat menerapkan konsep dapur untuk menghidupkan harmonisasi keluarga menjadi lebih dinamis.
Kasur tentu juga sangat penting dalam sebuah rumah tangga, bukan dalam pengertian seksualitas namun lebih pada pertemuan perempuan dan laki-laki dari hati ke hati untuk saling berbagi. Menjadi jujur dan telanjang terhadap apa yang dimiliki seperti sifat dan pola pikir dalam komunikasi antar pasangan sehingga dapat mengisi dan melengkapi satu sama lain. Menyatukan tujuan dan pandangan sehingga dapat saling mendengarkan, saling mengisi, saling mengunci dan saling mengetahui apa yang dirasakan.
TRIBUNJOGJA.COM – Mila Rosinta yang bekerjasama dengan puluhan seniman dari 3 seni yakni Tari, Musik dan Visual sukses memukau penonton yang hadir memadati gedung PKKH Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Selasa (13/3/2018) malam. Di hadapan ratusan penonton Mila dkk sukses membuat penonton terdiam menikmati dan menghayati alunan musik serta gerakan tari kontemporer yang dibawakan Mila dan tim.
Tarian kontemporer yang disajikan dalam pentas malam itu menyajikan sajian yang unik Mila menggabungkan tarian kontemporer dengan musik dan visual art berupa video mapping menggunakan alat bernama Kinect. Tentu tarian ini menjadi sajian berbeda dalam pentas seni pada umumnya.
Mengangkat tema Mother Earth, pertunjukkan ini sebagai representasi dari perjalanan seorang ibu dan anak. Keduanya tak bisa terpisahkan. Perjuangan seorang ibu, mulai dari mengandung hingga melahirkan dan mendidik anak menjadi sajian yang direpresentasikan dalam sebuah kendhi.
Kendhi menjadi personifikasi sebuah kehidupan di dalam rahim ibu yang melindungi kehidupan di dalamnya yakni proses seorang anak dari perut hingga lahir di dunia. “Melalui karya ini kami ingin mengajak berkolaborasi bersama penonton dan mengajak masyarakat luas bahwa memiliki anak bukanlah sebuah hambatan namun menjadi sebuah pelecut semangat dalam berkarya,” ucap Mila Rosinta, penggagas pentas Mother Earth serta penari dan koreografer selepas pentas kepada Tribunjogja.com.
Selain itu, Mother Earth juga mengandung makna bahwa ibu semua umat manusia yaitu ialah bumi, Ibu adalah rumah bagi anak-anaknya begitu juga dengan bumi yang menjadi rumah bagi semua umat manusia. Pesan tersirat yang secara nyata digambarkan melalui tarian kontemporer malam itu.
Mila Rosinta sebagai penggagas pertunjukkan seni ini menggandeng puluhan seniman dari latar belakang berbeda. Dia dibantu rekan-rekan penari serta koreografer dari Mila Art Dance, dibantu oleh fotografer Rio Pharaoh, Make Up Lia Pharaoh, Video oleh Yugo Risfriawan, kostum Manda Baskoro, pianis Gardika Gigih, Composer Andre, singer Luis Najib serta Vosual Art Kokok Saja.
“Saya dan teman mengucapkan terimaksih atas apresiasinya, karya ini aku persembahkan untuk seluruh ibu di dunia dan aku berterimakasih kepada tuhan dan alam yang sudah memberikan kita kehidupan dan pelajaran hidup,” lanjut Mila. (tribunjogja)
Jakarta – Mila Art Dance menjadi salah satu kelompok tari yang terpilih dalam ‘Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan Indonesia’. Akhir pekan lalu, komunitas tari yang didirikan oleh Mila Rosinta Totoatmojo pada 2012 itu mementaskan karya tari bertajuk Lukah Gilo di Auditorium Galeri Indonesia Kaya (GIK).
Lukah Gilo atau ‘Lukoh Gilo’ terinspirasi dari sebuah tradisi di Riau tentang permainan mistis dengan menggunakan lukah. ‘Lukah’ adalah keranjang penangkap ikan dan mantra pemanggil arwah.
Pergerakan Tari Maengket
Lukah Gilo terletak pada gerakan lukah sebagai akibat masuknya makluk gaib yang telah diberi mantra oleh dukun. Permainan magis kerap dipentaskan sebagai hiburan di acara-acara besar pemerintahan hingga pernikahan. Tradisi itulah yang menginspirasi koreografer Duwi Novrianti untuk menciptakan tarian.
“Budaya tradisi dengan nuansa magis terus dipertahankan sebagai hiburan oleh masyarakat di Kabupaten Siak, Riau,” kata Mila Rosinta, dalam keterangan yang diterima, Senin (13/3/2017).
Lewat pementasan Lukoh Gilo, lanjut dia, dapat melestarikan budaya tradisi yang dikemas menjadi sesuatu yang ebrbeda tanpa meninggalkan esensi. “Kita harus terus menghormati keberadaan semua makluk di sekitar kita,” tambah Mila.
Diaransemen oleh komposer Muhammad Adnan Irfianto, nuansa mistis dan permainan menghibur hadir di pementasan kali ini. Para penari yang berpartisipasi adalah rma Indriyani, Rines Onyxi Tampubolon, Dea Agustina, Ahmad Susantri, Elan Fitra Dianto, dan Wahyu Kurnia.
Setelah Mila Art Dance, masih ada penampil lainnya dalam Ruang Kreatif yakni Regeneration Theatre, Kawung Art.Culture.Wisdom, Gaya Gayo, Semarang Magic Community, Logika Rasa, KitaPoleng, dan Solo Dance Studio.