Pentaskan Tari Lukah Gilo (detikHOT, 13 Maret 2017)
March 8, 2020HOT COKLAT (DCDC, 21 November 2017)
March 9, 2020Dari waktu ke waktu Mila terus belajar berbagai hal mengenai tari. Bagi Mila menari adalah caranya berdoa. Hingga kini dengan hati ia menari.
Solopos.com, JOGJA — Mengenal dunia tari sejak usia tujuh tahun membuat sosok Mila Rosinta Totoatmojo, 28, semakin menyatu dengan berbagai seluk beluk seni gerak tersebut. Dari waktu ke waktu Mila terus belajar berbagai hal mengenai tari. Bagi Mila menari adalah caranya berdoa. Hingga kini dengan hati ia menari.
Menari Sejak Dini, Menari dengan Hati
Perempuan kelahiran Jakarta, 15 Mei 1989 silam ini mulai mengenal tarian lewat salah satu kesenian daerah, yakni seni tradisi tari Bali. Tari Bali menjadi jejak langkah awalnya masuk ke dunia tari setelah sebelumnya ia sempat menjajal berbagai macam hobi dan kesenangan melalui kegiatan kursus seperti berenang, melukis, musik, hingga modelling. Namun dari sekian banyaknya cabang olahraga maupun bidang seni, hatinya masih terpaut pada tari. Hal tersebut semakin dibuktikan dengan kerapnya ia meraih prestasi di berbagai tingkat kota hingga nasional.
Dituntut menjadi seorang penari professional tak mudah dilakoni Mila yang kala itu masih duduk di bangku sekolah dasar. Kehadiran Guru menari yang cukup keras mengajarkanya berlatih setiap hari membuat ia berpikir ulang untuk melanjutkan peranannya di dunia tari. Namun, usaha keras yang dijalani Mila mulai terlihat memberikan hasil. Saat pertama kali mengikuti lomba ia langsung lolos tingkat nasional. Sejak saat itu dengan sejumlah prestasi yang menyusul dihasilkan, semakin yakin atas peran penari yang ia jalani dalam dirinya.
Beranjak sekolah menengah pertama, Mila makin giat berlatih ia juga sudah mulai mencipta sejumlah gerakan tari kreasi, seperti Jaipong salah satunya. Ia juga mulai aktif mengikuti berbagai pentas tari di berbagai kota di Indonesia.
Lama berdomisili di Jakarta, tahun 2004 lalu Mila memilih hijrah ke kota Jogja untuk mempelajari berbagai hal lebih banyak kaitannya dengan tari. Memperdalam keilmuan tentang bagaimana menciptakan tari, memperdalam tradisi Jawa dan belajar tari tradisi Jawa. Tarian Jawa menjadi hal baru bagi Mila. Saat duduk di bangku SMA ia diminta untuk mengikuti pertukaran pelajar ke negeri Jepang, namun dengan syarat mesti mampu menari jawa.
“Waktu itu jelas mengalami perubahan yang signifikan dengan tarian Bali yang memiliki gerakan tegas dan cepat harus mempelajari tari Jawa yang lemah lembut. Selang setahun, akhirnya saya lolos pergi ke Jepang, salah satu negara yang ingin saya kunjungi,” kata Mila saat dijumpai di kediamannya beberapa waktu lalu.
Tahun 2007 Mila sempat dihadapkan pilihan yang cukup sulit baginya. Kala itu ia mulai melangkah ke jenjang perguruan tinggi. Berkat sejumlah portofolio miliknya, ia diterima di sejumlah kampus ternama di Jogja dengan tanpa tes. Melanjutkan Pendidikan ke jurusan Broadcasting sempat menjadi pilihan Mila, mengikuti jejak ibunya yang memiliki sebuah rumah produksi di Jakarta dan Mila ingin melanjutkannya. Namun keinginan untuk tetap pada seni tari menariknya jauh lebih dalam.
Masuk perkuliahan sebagai mahasiswa di Institut Seni Indonesia Yogyakarta dan berlanjut 2011 di Program Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta mengambil spesialisasi penciptaan seni tari. Sebagai bentuk tanggungjawabnya, selama itu ia berusaha sendiri melalui tari untuk membiayai kuliahnya. Lantas,tahun 2009 Mila bergabung di Tembi Dance Company (TDC) yang kala itu tengah membutuhkan seorang koreografer perempuan. Melalui tahap seleksi dan persaingan dengan ratusan orang pendaftar, Mila berhasil lolos dan belajar banyak tarian baik tradisi, kreasi, ballet, hingga hiphop maupun kontemporer. Baginya, mempelajari semua jenis tarian adalah kunci seorang penari ataupun koreografer yang professional. Dengan begitu ia dapat menempatkan dirinya dimana pun dan kapan pun berada.
“Saya mencoba mempelajari semua tarian yang ada kemudian memecah semua yang telah saya pelajari tersebut untuk menemukan ‘tubuh’ saya sendiri,” terang Mila.
Melalui TDC tersebut, membuatnya mengenal banyak orang, memberikan pengalaman, pengenalan terhadap berbagai macam jenis tari. Sejumlah karya, workshop, dan gelaran festival dihasilkan Mila selama berkarya di TDC dan membawanya mengunjungi sejumlah negara di dunia untuk mempromosikan tarian khas Indonesia.
Saat itu, Mila kerap berlatih di sejumlah panggung terbuka seperti pendopo di kampusnya. Awalnya tak masalah, namun lama kelamaan Mila merasakan bahwa ia memerlukan ruangan khusus sebagai tempat ia berlatih. Mila Art Dance Group terbentuk tahun 2012 silam. Mila berusaha mengumpulkan seniman-seniman perempuan yang memiliki satu visi misi yang sama dan berkarya bersama. Seiringnya, tahun 2015 ia pun membangun Mila Art Dance School dimana masyarakat dapat belajar menari dengan berbagai jenis tarian dan mengadakan berbagai workshop, festival tari, event tari untuk mendekatkan tari dengan masyarakat.
Menemukan Peran Hidup Lewat Tari
Dalam setiap karya tari yang dihasilkan Mila, ia mengakui setiap karya tari tersebut punya kesulitan masing-masing. Kesulitan tersebut lantas memicu tumbuhnya rasa tidak percaya diri. Ia pun membentuk ruang sharingatau diskusi dengan sejumlah orang berikut pengalaman mereka, salah satunya yakni percaya dengan apa yang sudah dibuat.
Namun seiring berjalannya waku, fase tersebut kian bergeser. Saat ini ia membuat karya bukan semata untuk membuat orang kagum. Ia hanya berharap ide-ide liar dalam pikirannya dapat tersalurkan dan dimaknai sendiri oleh penonton, juga untuk menghadirkan imajinasi bagi penonton. Menurutnya sebuah karya yang terlalu jelas maknanya dapat mematikan imajinasi. Tidak membawa penonton untuk berpikir. Terlebih di tari kontemporer yang ia geluti sejak 2008 lalu.
“Paling mahal di karya kontemporer adalah penonton punya imajinasi sendiri dengan karya tersebut. Di situ serunya,” kata Mila ketika ditemui belum lama ini.
Menemukan tubuhnya dalam setiap gerak tari menjadi salah satu tujuan Mila. Saat ini sudah sampai pada fase bahwa menari seperti sebuah pembebasan diri. Menari membuat seseorang menjadi orang yang bebas dan tidak penuh kemunafikan serta apa adanya.
“Bahkan rasanya seperti salat. Posisi saya ketika menari ia menjadi dirinya sendiri, tenang, dan tak memikirkan apapun. Tapi bukan kesurupan, menari setangah sadar, begitu khusyuk,” kata Mila.
Hinga kini menari sudah menjadi bagian dalam hidupnya. Bahkan tak ada siapapun yang dibiarkannya masuk menghapus tari dalam hidupnya.
“Setiap orang punya perannya masing-masing, dan menari saya yakini menjadi satu peran yang saya mainkan,” ujarnya.
Mila masih ingat betul betapa banyak cibiran yang ia terima ketika menekuni Pendidikan dan pekerjaan di dunia seni. Namun, kini ia membuktikan cibiran tersebut dapat tenggelam seiring usahanya untuk terus melakukan yang terbaik. Menjalani hidup sebagai seorang ibu rumah tangga, mengurus balita, menjadi tanggung jawab utamanya.
Beruntung, ia tetap didukung oleh orang-orang di sekitarnya, seperti suami, orang tua, tim MAD Group untuk terus berkarya. Tak hanya di dalam negeri namun juga di luar negeri seperti beberapa negara yang pernah ia kunjungi yakni seperti Mesir, Jepang, Autralia, Singapura, India, Thailand pernah disinggahinya.